septina nafiyanti*
Bertahun-tahun Indonesia tercap sebagai negara korup. Tak tanggung-tanggung sebutan tersebut merupakan hasil survai Corruption perception index (CPI) tahun 2006 yang dirilis Transparency International (TI) pada 4 November lalu meletakan Indonesia pada peringkat 7 negara terkorup dari 163 negara. Ironis memang, tapi itulah kenyataan yang kini tengah dihadapai bangsa Indonesia.
Parahnya, kondisi itu tidak hanya berdurasi beberapa saat akan tetapi terus berlanjut sampai saat ini. Para tersangka kasus korupsi merasa aman dengan proses peradilan yang mudah disuap. Hal itu merupakan suatu indikasi jelas keterpurukan bangsa Indonesia dalam hal kejujuran. Minimnya kejujuran yang dimiliki aparatur negara jelas merupakan suatu penegasan terhadap arah bangsa yang kian waktu kian memburuk. Turunnya tingkat investasi negara asing terhadap sejumlah perusaan di Indonesia juga merupakan salah satu implikasi yang cukup jelas dari ketidakpercayaan mereka.
Tak hanya dalam kasus korupsi saja, Indonesia disangsikan kejujurannya. Dalam banyak kasus, misalnya kejujuran sejumlah guru yang membeberkan kecurangan terhadap hasil UN di Sumatra Utara beberapa waktu ternyata harus terancam pemecatan, hal ini juga turut menambah nilai plus terhadap citra bangsa Indonesia dengan ketidakjujurannya. Belum lagi jika kita mengingat kasus IPDN yang saat ini masih terus bergulir dan sempat heboh seta melejit lewat berbagai media. Untuk membuka kebenaran Inu Kencana yang berkedudukan sebagai dosen institut tersebut juga harus mempertaruhkan kedudukannya karena ancaman pemecatan.
Sebenarnya masih banyak kejadian dengan jumlah tak terhitung juga turut mempertegas bahawa bangsa Indonesia lebih menghargai ketidakjujuran dari pada kejujuran yang sejatinya lebih bernilai luhur. Tak heran jika kejujuran di Indonesia semakin langka.
Ternyata krisis multidimensi memang benar-benar melanda bangsa Indonesia. Tak hanya krisis keuangan, namun yang paling parah adalah krisis kejujuran dan krisis kepercayaan yang kini identik dimiliki masyarakat Indonesia. Disadari atau tidak, permasalahan ini harus mendapat perhatian khusus dari seluruh pihak, khususnya pemerintah. Karena diakui atau tidak, pemerintahlah yang memulainya secara terang-terangan melalui kasus korupsi. Pemerintah sebagai pihak penguasa seharusnya bisa memberikan teladan yang baik bagi rakyat dan harus tegas memberikan sangsi teradap pihak yang bersalah.
Selain pemerintah, pihak yang terkait dengan pengadilan juga harus sadar akan tanggung jawabnya. Itu berarti mereka harus jujur dalam menentukan peradilan. Sehingga masyarakat benar-benar percaya akan perannya. Dengan dimulainya kejujuran dari pihak-pihak yang berkedudukan tinggi serta dengan sanksi yang tegas oleh pihak peradilan masyarakat pasti akan berusaha untuk berlaku jujur. Namun jika hal ini hanya menjadiangan-angan semata niscaya kejujuran di Indonesia sampai kapanpun akan langka, bahkan mungkin punah.
1 komentar:
lho... lho... ngblog koq cuma up loud doank, yo jalan-jalan barang tho trus tinggalkan jejak gtu. kayak gni ini lho... ben blog-e bisa pupuler... ok
salam sukses luar biasa !!!
Posting Komentar